Weekend
harus dimanfaatkan sebaik mungkin, agar hari senin ketika kembali bekerja
menjadi bersemangat kembali. Weekend kali ini saya mengunjungi Museum Nasional
yang letaknya dekat dengan Monas (Monumen Nasional) bersama orang tua saya yang
datang dari Jawa.
Perjalanan
kami mulai dari Serpong Tangerang Selatan. Ada dua pilihan transportasi umum
yang bisa digunakan untuk menuju Jakarta yaitu KRL dan Bus. Kami memilih naik
Bus karena sebelumnya sudah pernah naik KRL ketika menuju Serpong agar ganti
suasana. Dari Serpong kami naik Bus Trans BSD jurusan Pasar Baru dan turun di
Harmoni. Ternyata tarif tiketnya sangat lebih mahal daripada KRL yaitu Rp.
15.000. untuk itu saya sarankan untuk memilih KRL daripada bus karena lebih
cepat, murah dan tidak macet.
tiket trans BSD |
Kami
berangkat sekitar pukul 09.30 WIB dari Terminal transit Trans BSD Serpong.
Meskipun weekend ternyata kemacetan Jakarta tidak bisa dihindari, meskipun itu
di jalan tol. Perjalanan yang bisa ditempuh setengah jam jika naik KRL dari
Serpong ke Tanah abang, namun berbeda cerita ketika naik bus, Kami sampai di
Harmoni pukul 11.00 WIB, 1,5 jam perjalanannya, tidak recomended buat yang
terburu-buru, bagi yang santai dan ingin menikmati perjalanan it’s ok....dari
Harmoni kami naik Trans Jakarta jurusan Pulogadung dan turun di halte Monas,
sekitar 10 menit dari Harmoni.
Sebenarnya
kami ingin ke Monas, tapi karena lapar dan saya kira tidak ada pedagang di
sekitar Monas karena ada penggusuran yang saya lihat diberita dan saya melihat
pedagang di depan Museum Nasional, akhirnya kami putuskan untuk makan disana
terlebih dahulu. Soto ayam menu kami waktu itu, menurut saya rasanya cukup enak
dengan harga Rp.15.000 per porsi, lebih enak dari soto-soto di
kondangan....hehe
Setelah
kenyang dan istirahat sebentar, kami masuk ke Museum Nasional, berfoto dulu di
depan Gedung Arca dengan HP q yang jadul sebelum masuk. Di halaman depan museum
terdapat patung gajah perunggu yang merupakan hadiah dari Raja Chulalongkorn
dari Thailand dan semacam simbol Museum yang
berbentuk seperti arus melingkar berwarna hitam.
Ternyata
tiketnya tidak mahal, Rp.5000 untuk dewasa, Rp.2000 untuk anak-anak dan
Rp.10.000 untuk turis asing. Kami juga dipersilahkan untuk mengambil brosur museum
sebelum masuk dan menitipkan barang bawaan disebelah tempat pembelian tiket.
tiket museum |
brosur-brosur museum |
Kami
melihat denah museum terlebih dahulu untuk menentukan mengunjungi yang mana
dulu, dan kami masuk ke ruang arca, disana ada banyak sekali arca dari ukuran
yang kecil hingga yang terbesar yaitu Bairawa Budha dan juga relief-relief. Di
belakang ruangan ini terdapat taman terbuka yaitu Taman Arkeologi yang hijau
dan dikelilingi dengan patung-patung besar.
denah museum |
arca-arca di ruang arca |
Di
belakang Taman Arkeologi adalah ruang prasejarah, ketika kami masuk disambut
dengan bejana besar yang masih terlihat utuh dan disana juga menyuguhkan
kehidupan pada zaman prasejarah seperti perdagangan pada zaman prasejarah yang
dilakukan dengan sistem barter, tradisi megalitik dan tradisi-tradisi lain pada
zaman prasejarah, tradisi penguburan, barang-barang peninggalan prasejarah
seperti kapak, dan masih banyak lagi.
Dibelakang
ruang prasejarah adalah ruang perunggu yang menyuguhkan peralatan-peralatan
yang dipakai pada zaman dahulu seperti kapak perunggu, sudip, oil lamp yang
digunakan dalam upacara-upacara Hindu Budha dengan hiasan tanjung, garuda,
sangkha, makara dan sulur-sulur daun. Kakhara yang merupakan hiasan pada ujung
tombak juga didesain sangat apik meskipun teknologi belum ada pada waktu itu. Selain
itu juga ada alat-alat musik tradisional yang terbuat dari logam seperti gong.
kapak dan bejana |
kapak dan sudip |
oil lamp |
kakhara |
Keluar
dari ruang perunggu, kami masuk ke ruang keramik yang menyuguhkan berbagai
keramik yang menakjubkan dari berbagai daerah di Indonesia, ada juga celengan
berbentuk babi yang terdisplay disana.
celengan berbentuk babi |
Ruang
yang terakhir kami kunjungi adalah ruang etnologi Sulawesi, NTT, Maluku, dan
Papuan di bagian belakang dan ruang etnologi Sumatra, Jawa, Bali dan Kalimantan
yang berada di bagian depan. Disana tersuguh berbagai macam kebudayaan dari
masing-masing daerah di Indonesia mulai aksesori seperti kalung, topi, hiasan
rambut, sisir hingga alat musik tradisional juga terdisplay disana. Di tengah
ruangan ini terdapat lesung yang sangat panjang, hampir sepanjang ruangan
etnologi bagian belakang.
lesung |
sisir |
Saya
pikir menghabiskan waktu weekend ke museum sekali-kali tidak ada salahnya. Kita
bisa melihat kebhinekaan Indonesia yang sangat luar biasa. Meskipun pada waktu
itu belum ada teknologi namun perabot-perabot yang dihasilkan sudah begitu
menakjubkan dengan kualitas yang tinggi jika dibandingkan dengan produk-produk
saat ini. Karya seni yang sangat luar biasa dan bercita rasa tinggi. Tak henti-hentinya saya terkagum-kagum dengan keanekaragaman budaya Indonesia. Hanya rasa malu dan rasa bersalah yang saya rasakan ketika melihat
kebudayaan-kebudayaan yang begitu kaya di Indonesia ini semakin tergerus oleh
kemajuan teknologi dan pengaruh globalisasi. Semoga semakin banyak yang
berminat untuk pergi ke museum selain untuk wawasan dan pengetahuan, itu adalah
salah satu cara untuk meningkatkan rasa nasionalisme sebagai warga negara
Indonesia. Sebenarnya jika budaya -budaya Indonesia masih tetap dilestarikan saya yakin akan menjadi daya tarik yang luar biasa bagi wisatawan asing untuk berkunjung dan mengenal Indonesia.
No comments:
Post a Comment