Saturday, February 28, 2015

Amazing Museum Nasional, Jakarta



Weekend harus dimanfaatkan sebaik mungkin, agar hari senin ketika kembali bekerja menjadi bersemangat kembali. Weekend kali ini saya mengunjungi Museum Nasional yang letaknya dekat dengan Monas (Monumen Nasional) bersama orang tua saya yang datang dari Jawa.
Perjalanan kami mulai dari Serpong Tangerang Selatan. Ada dua pilihan transportasi umum yang bisa digunakan untuk menuju Jakarta yaitu KRL dan Bus. Kami memilih naik Bus karena sebelumnya sudah pernah naik KRL ketika menuju Serpong agar ganti suasana. Dari Serpong kami naik Bus Trans BSD jurusan Pasar Baru dan turun di Harmoni. Ternyata tarif tiketnya sangat lebih mahal daripada KRL yaitu Rp. 15.000. untuk itu saya sarankan untuk memilih KRL daripada bus karena lebih cepat, murah dan tidak macet.
tiket trans BSD


Kami berangkat sekitar pukul 09.30 WIB dari Terminal transit Trans BSD Serpong. Meskipun weekend ternyata kemacetan Jakarta tidak bisa dihindari, meskipun itu di jalan tol. Perjalanan yang bisa ditempuh setengah jam jika naik KRL dari Serpong ke Tanah abang, namun berbeda cerita ketika naik bus, Kami sampai di Harmoni pukul 11.00 WIB, 1,5 jam perjalanannya, tidak recomended buat yang terburu-buru, bagi yang santai dan ingin menikmati perjalanan it’s ok....dari Harmoni kami naik Trans Jakarta jurusan Pulogadung dan turun di halte Monas, sekitar 10 menit dari Harmoni.
Sebenarnya kami ingin ke Monas, tapi karena lapar dan saya kira tidak ada pedagang di sekitar Monas karena ada penggusuran yang saya lihat diberita dan saya melihat pedagang di depan Museum Nasional, akhirnya kami putuskan untuk makan disana terlebih dahulu. Soto ayam menu kami waktu itu, menurut saya rasanya cukup enak dengan harga Rp.15.000 per porsi, lebih enak dari soto-soto di kondangan....hehe
Setelah kenyang dan istirahat sebentar, kami masuk ke Museum Nasional, berfoto dulu di depan Gedung Arca dengan HP q yang jadul sebelum masuk. Di halaman depan museum terdapat patung gajah perunggu yang merupakan hadiah dari Raja Chulalongkorn dari Thailand dan semacam simbol Museum yang berbentuk seperti arus melingkar berwarna hitam.


Ternyata tiketnya tidak mahal, Rp.5000 untuk dewasa, Rp.2000 untuk anak-anak dan Rp.10.000 untuk turis asing. Kami juga dipersilahkan untuk mengambil brosur museum sebelum masuk dan menitipkan barang bawaan disebelah tempat pembelian tiket.
tiket museum
brosur-brosur museum

Kami melihat denah museum terlebih dahulu untuk menentukan mengunjungi yang mana dulu, dan kami masuk ke ruang arca, disana ada banyak sekali arca dari ukuran yang kecil hingga yang terbesar yaitu Bairawa Budha dan juga relief-relief. Di belakang ruangan ini terdapat taman terbuka yaitu Taman Arkeologi yang hijau dan dikelilingi dengan patung-patung besar. 
denah museum

arca-arca di ruang arca
 
taman arkeologi
Di belakang Taman Arkeologi adalah ruang prasejarah, ketika kami masuk disambut dengan bejana besar yang masih terlihat utuh dan disana juga menyuguhkan kehidupan pada zaman prasejarah seperti perdagangan pada zaman prasejarah yang dilakukan dengan sistem barter, tradisi megalitik dan tradisi-tradisi lain pada zaman prasejarah, tradisi penguburan, barang-barang peninggalan prasejarah seperti kapak, dan masih banyak lagi.

Dibelakang ruang prasejarah adalah ruang perunggu yang menyuguhkan peralatan-peralatan yang dipakai pada zaman dahulu seperti kapak perunggu, sudip, oil lamp yang digunakan dalam upacara-upacara Hindu Budha dengan hiasan tanjung, garuda, sangkha, makara dan sulur-sulur daun. Kakhara yang merupakan hiasan pada ujung tombak juga didesain sangat apik meskipun teknologi belum ada pada waktu itu. Selain itu juga ada alat-alat musik tradisional yang terbuat dari logam seperti gong.
kapak dan bejana
kapak dan sudip
oil lamp
kakhara

Keluar dari ruang perunggu, kami masuk ke ruang keramik yang menyuguhkan berbagai keramik yang menakjubkan dari berbagai daerah di Indonesia, ada juga celengan berbentuk babi yang terdisplay disana.
celengan berbentuk babi
 
keramik-keramik


Ruang yang terakhir kami kunjungi adalah ruang etnologi Sulawesi, NTT, Maluku, dan Papuan di bagian belakang dan ruang etnologi Sumatra, Jawa, Bali dan Kalimantan yang berada di bagian depan. Disana tersuguh berbagai macam kebudayaan dari masing-masing daerah di Indonesia mulai aksesori seperti kalung, topi, hiasan rambut, sisir hingga alat musik tradisional juga terdisplay disana. Di tengah ruangan ini terdapat lesung yang sangat panjang, hampir sepanjang ruangan etnologi bagian belakang. 
lesung
sisir
 Saya pikir menghabiskan waktu weekend ke museum sekali-kali tidak ada salahnya. Kita bisa melihat kebhinekaan Indonesia yang sangat luar biasa. Meskipun pada waktu itu belum ada teknologi namun perabot-perabot yang dihasilkan sudah begitu menakjubkan dengan kualitas yang tinggi jika dibandingkan dengan produk-produk saat ini. Karya seni yang sangat luar biasa dan bercita rasa tinggi. Tak henti-hentinya saya terkagum-kagum dengan keanekaragaman budaya Indonesia. Hanya rasa malu dan rasa bersalah yang saya rasakan ketika melihat kebudayaan-kebudayaan yang begitu kaya di Indonesia ini semakin tergerus oleh kemajuan teknologi dan pengaruh globalisasi. Semoga semakin banyak yang berminat untuk pergi ke museum selain untuk wawasan dan pengetahuan, itu adalah salah satu cara untuk meningkatkan rasa nasionalisme sebagai warga negara Indonesia. Sebenarnya jika budaya -budaya Indonesia masih tetap dilestarikan saya yakin akan menjadi daya tarik yang luar biasa bagi wisatawan asing untuk berkunjung dan mengenal Indonesia.

No comments:

Post a Comment